Tradisi Nyadran, Ziarah dan Transfer Amal kepada Orang Tua

Islam mengajarkan kepada umatnya untuk senantiasa berbakti kepada kedua orang tua. Berbakti kepada kedua orang tua hukumnya wajib bagi setiap Muslim, meskipun sekalipun kedua orang tuanya sudah wafat. Bagi seorang Muslim, berbakti pada orang tua bukan sekadar untuk memenuhi tuntutan unggah-ungguh kesopanan, tetapi menjadi satu cara menaati perintah ketuhanan. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an:Kami mewasiatkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. (Wasiat Kami,) “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu.” Hanya kepada-Ku (kamu) kembali.
Banyak sekali cara yang bisa kita lakukan untuk senantiasa berbakti kepada kedua orang tua. Bagi seorang anak yang kedua orang tuanya masih utuh, berbakti kepada kedua orang tua dengan cara selalu bersikap sopan, mau merawat, dan patuh kepada kedua orang tua sudah bisa disebut sebagai bentuk berbakti kepada kedua orang tua. Bagi seorang anak yang kedua orang tuanya atau salah satu dari keduanya sudah wafat, bisa melakukannya dengan cara mendoakan.
Perintah untuk berbakti kepada kedua orang tampak pula pada tradisi masyarakat Jawa. Setiap menjelang bulan Ramadhan atau menjelang datangnya hari raya Idul Fitri, masyarakat Jawa Muslim mengunjungi makam para leluhur, kerabat, saudara, kakek, nenek, dan orang tua yang sudah wafat. Mendoakan, mengadakan kenduri, menabur bunga, dan membersihkan kuburan leluhurnya. Tradisi ini dikenal dengan sebutan Nyadran. Tradisi nyadran biasanya dilaksanakan pada hari-hari akhir bulan Sya’ban atau dua hari sebelum datangnya Ramadhan. Ada juga yang melaksanakannya satu hari sebelum Ramadan berakhir, tergantung pada tradisi daerahnya masing-masing.
Baca Lainnya :
- Tradisi Dandangan: Semarak Bulan Suci di Kota Kudus0
- Sewa Mobil untuk Dipakai Bergantian, Bagaimana Hukumnya?0
- Andai Tidak Berani Meminta Maaf, Bagaimana Cara Taubat dari Dosa Ghibah?0
- Hukum Makanan yang Dicicipi Tikus0
- Istilah Tunangan di Dalam Islam0
Beberapa sumber menyebutkan, tradisi nyadran adalah hasil akulturasi budaya antara Jawa dengan Islam. Nyadran berasal dari tradisi Hindu yang pada saat itu merupakan agama tertua di Jawa. Barulah pada abad ke-15 Walisongo dalam dakwahnya menggabungkan tradisi tersebut dengan prinsip yang ada dalam agama Islam. Para wali meluruskan stigma masyarakat agar tidak terjerumus ke dalam kemusrikan. Pada mulanya nyadran adalah tradisi sebagai bentuk pemujaan terhadap roh leluhur yang dalam agama Islam dinilai musrik.
Para wali melakukan akulturasi dengan tetap mempertahankan tradisi masyarakat Jawa. Nyadran yang tadinya sebagai bentuk pemujaan terhadap roh leluhur digantikan secara kreatif sebagai upaya mengirim doa kepada leluhur atau kedua orang tua yang sudah wafat agar amal
ibadahnya diterima dan dosa-dosanya diampuni di sisi Allah. Sampai pada saat ini kita familiar mengisinya dengan nafas Islam, yaitu melantunkan ayat Al-Quran, bacaan tahlil, dan doa. Nyadran dipahami menjadi bentuk keterhubungan antara kita dengan leluhur serta Allah SWT.
